Langsung ke konten utama

Let's grab a cup of Lampung Coffee, and enjoy!

             
            Sekali lagi aku mencoba menghela nafasku mala ini, mengingat segurat senyummu yang seperti tidak pernah sedih akan hal apapun, padahal tidak selalu kau merasa kau baik-baik saja. Aku tidak membayangkan betapa tangguhnya lelaki sepertimu, menjalin kasih dengan seorang wanita selama empat tahun lamanya, menjemputnya, memanjakannya, membagi suka, membagi duka, apapun akan kau lakukan jika itu menyangkut akan dirinya. Sampai tiba saat situasi itu datang, dimana mata kuliah mulai sedikit dan ia, wanitamu, mulai sering pulang ke kampung halamannya. Semilir angin malam kali ini menemaniku dalam balutan pekatnya kopi lampung favoritmu, iya kau bilang kau suka kopi lampung, karena kopi itu seperti dirimu, khas, santai, dan tidak terlalu tajam intensitas rasa pahitnya, namun tetap terasa kopinya, kopi yang selalu menjadi favoritmu ketika kau sedang dalam keadaan apapun. Aku yakin, kau merasa amat sangat merindukannya waktu itu, dan aku juga yakin bahwa ia mungkin juga merindukanmu, iya, dia, wanitamu, waktu itu. Dengan santai kau bilang padaku kalau ia sedang tidak ada disini, ditempat kalian bertemu, entah dimana, pokoknya di kota ini, tebak saja kota apa namanya, dijuluki sebagai kota pelajar, sudah tau sekarang? Belum? Mungkin google akan senantiasa membantu kegelisahanmu menemukan, dimana itu kota pelajar.
            Dengan tersenyum santai kau bilang, kalau dia akan segera lulus, iya, dia lulus lebih dulu darimu, kemudian apa? Kemudian dia akan menunggumu melamarnya kan? Iya, kau selalu tertawa ketika aku melontarkan pertanyaan itu. Kemudian kau lulus, dengan tawa yang sangat khas ala kau, kau menggambarkan senyum pedih di wajahmu, entah kenapa. Setahun kemudian aku baru mendengar kabar bahwa, ia akan segera menikah, ku pikir denganmu, ternyata bukan. Dengan sabar kau tersenyum, dan itu yang selalu kau lakukan. Lesung pipimu yang manis, seperti rasa kopi lampung favoritmu, senyummu yang menawan, aku rasa aku tidak berlebihan saat aku bilang senyummu menawan, iya kan? Menawan itu seperti biji kopi pilihan, dari lampung yang nantinya di giling untuk di nikmati sebagai minuman khas daerah sana, aku bisa melihat kehangatan pancaran dari dirimu, sama ketika semua orang mulai menyesap sedikit demi sedikit kopi lampung yang tersaji diatas meja, entah di meja manapun.

            Eh, aku minta maaf sebelumnya kalau aku sok tau, benar-benar minta maaf, aku hanya ingin menggambarkan sedikit dirimu yang selalu tersenyum, selalu santai, selalu tidak ada beban, kalau kau kopi, kau kopi yang sudah tersaji dan siap minum. Tapi bukan berarti didalam kopi itu tidak ada proses apapun, maksudku perjalanan sebuah kopi bisa menjadi kopi pasti ada saat sulitnya, dan saat indahnya, kopi lampung juga sama, mulai dari biji kopinya, dipilih, dimasak, disajikan, prosesnya aku rasa cukup rumit, namun ketika sudah tersaji ia seperti kau, manis, hangat, dan menawan. Sudah tepat kan aku menggambarkan akan dirimu? So, anyone? Let’s grab a cup of lampung coffee with him, at student city in Indonesia. Enjoy!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KETIKA HUJAN DATANG             Awalnya gue benci sama hujan, gara-gara, dia basahin tugas-tugas gue dan membiarkannya berhamburan di tanah, kotor, ancur deh pokoknya. Sampai pada suatu hari ada suatu hal yang nggak tau kenapa masih membekas di benak gue dan gue pun selalu rindu datangnya hujan. ***             Sore itu, hujan turun lebat banget, biasanya sih kalau lagi hujan gini daerah sekitar perumahan gue tuh, banjir, maklum lah Jakarta, kalau Jakarta banjir kayanya udah biasa gitu deh, tapi nggak tau kenapa, hujan kali ini nggak bikin daerah sekitar rumah gue banjir, Alhamdulillah.     “Mah, yang anget-anget enak nih mah, hehe.” Ucap gue sama nyokap gue yang amat sangat baik itu     “Emang kamu mau yang anget-anget itu apa Ris?” Tanya nyokap, menanggapi     “yang anget-anget itu ya misalkan teh anget, atau apa aja deh mah, ...

My Diary...(Part III)

Pagi ini aku bangun dengan malas. Setelah shalat subuh, aku ingin merebahkan tubuhku lagi rasanya. Tapi handphone yang bergetar membuatku mengurungkan niatku untuk tidur lagi, uuhh dasar mengganggu saja. Aku membuka pesan singkat yang ada di handphone ku, Dio, ada apa sih dia sms aku pagi-pagi? From: Dio Turun dong, lari pagi yuk biar sehat, hehe. Dio? kerumahku? pagi-pagi? ngapain? aku melongok ke bawah dari jendela kamarku, motornya ada, dari jam berapa dia di sini? lalu, ku balas pesannya. To: Dio Kamu!! lagi-lagi mengganggu ku, aku tidak mau lari pagi ah...malas!! Tak lama kemudian pintu kamarku di ketuk. Paling ibu, batinku. Dengan malas aku berjalan mendekati pintu, perlahan aku memegang k'nop pintunya dan aku mulai membukanya. Aaaaaaaaaaaaa....!! * Hebat!! Dio berhasil meluluhkan hatiku untuk yang kedua kalinya. Aku sedang bersamanya sekarang, lari pagi aah aku ingin menolaknya, tapi kecupannya yang mendarat di dahiku berhasil menghipnotisku, jadilah ak...

Random

seperti biasa yah gue nggak bisa menghilangkan rasa galau yang ada di diri gue ini. mau di ilang2in tetep aja datang lagi...datang lagi. sekarang ini gue mau mengeluarkan isi perut gue..ooh bukan bukan gue mau keluarin isi dompet kan lumayan kan kalo isi dompet di keluarin, tapi sayangnya isi dompet gue itu bukan uang, melainkan kwitansi-kwit/ansi bekas pembayaran yang amat sangat nggak penting banget. harusnya kan gue bakar ya? tapi entah kenapa gue nggak tega buat ngebakarnya hikss...yessshaaaa RANDOM, kenapa gue kasih judul postingan gue begitu? karena hari ini...no malam ini gue lagi benar-benar random...acak..shuffle apa lagi yang dapat di artikan dengan kata acak?  nggak cuma acak, tapi acak-acakan banyak banget persoalan yang emang harus segera di selesaikan tapi enggak selesai-selesai. Iya bener! nyiksa. yaaaaa gue tau gue tau kalo nggak di selesaikan sekarang mau kapan lagi? yakan? mau tau apa yang jadi persoalan? yang pertama, gue udah tujuh belas tahun sekali lagi gue ...