Aku ingin mengatakan sesuatu
sebebas-bebasnya, dengan kalimat yang tidak perlu dimengerti orang lain, dengan
sentuhan yang tak pernah dirasa orang lain. Hanya aku dan dinding-dinding yang
sunyi. Mungkin perihal dinding bisa saja aku abaikan, terlalu umum. Tapi aku
merasa aku hanya bisa berbicara dengan dinding saat ini, bahkan sampai
kapanpun. Banyak hal, yang menyesakkan, yang bahkan aku tidak bisa ceritakan
dengan siapapun, termasuk ibuku. Ini menyangkut kegamangan seluruhnya. Tentang kuliahku,
tentang kisah percintaanku, tentang ide-ide ku yang lama kupendam, dan seolah
sekarang semuanya datang, seakan mereka mengerti apa yang aku butuhkan. Semuanya,
mulai dari kegalauanku menghadapi nilai salah satu mata kuliah yang sulit,
sampai kisah cintaku yang membuatku putus asa. Semuanya terangkum hebat dalam
memori otak yang sebenarnya sudah over-load, error. Aku bisa saja berteraik
kepada semua orang bahwa aku kali ini sedang gamang, tidak galau terlalu remaja,
saat ini umurku menginjak angka dua puluh dua tahun, usia yang seharusnya bisa
disebut matang untuk seorang wanita, usia yang sebenarnya bisa disebut dewasa
untuk cewek sepertiku. Entah apa yang ada didalam benakku, yang aku tau, aku
gamang. Laporan kerja praktekku belum selesai juga, aku lupa membawa segala
tugasku kesini, padahal september harus ujian. Aku tidak percaya diri, aku
hampir putus asa, seperti sepotong senja.
Lamat-lamat aku memperhatikan sinar
matahari yang mulai berubah warna menjadi kemerahan, malam akan segera datang,
dan aku hanya duduk tepekur diatas atap rumah, benar-benar menanti malam itu
tiba, benar-benar dalam rasa yang putus asa. Sepotong senja menjadi pilihanku
saat ini, aku seperti memiliki nasib yang sama dengannya, tersisa, hampir
tenggelam. Aku mulai menarik napasku perlahan, dan mulai menghelanya sedikit
demi sedikit, aku sesak nafas. Air mataku seakan tertahan dikerongkongan dan
tidak bisa lagi ditarik keluar, aku terlalu lelah. Lelah menghadapi diriku
sendiri. Bayangkan saja jika kekasihmu tidak lagi mempercayai dirimu dalam
segala hal, ya SEGALA hal, didalam hidupnya. Adikku bilang aku tidak usah
pacaran saja karena itu akan menghambat diriku sendiri, tapi sudah kadung
terjadi, dan aku tidak akan bisa melepaskannya. Untuk melepaskan memang mudah,
untuk melupakan itu yang sulit. Aku mudah nyaman dengan orang lain, apalagi
laki-laki. Hidupku terlalu apik untuk menceritakan hal-hal yang lain selain
cinta itu sendiri. Aku masih belum puas dengan apa yang telah terjadi, aku
tidak tau apa yang sedang aku pikirkan, aku hanya berpikir bahwa aku harus
menemuinya.
Tau serial dorama Jepang, Itazura
naKiss? Aku sedikit terinspirasi dari tokoh kotoko-chan yang sangat manis, juga
possesive, yang sangat pencemburu, tapi menyenangkan. Memang dia terlihat bodoh
tapi kalau sudah menyangkut perasaannya Irie-kun, dia pasti akan
memperjuangkannya mati-matian, walaupun ditolak tetap berjuang, membuat
Irie-kun jadi terbiasa. Sampai akhirnya, Kotoko dinikahi Irie-kun, senang ya
jadi Kotoko :’)
Sedikit banyak
aku mulai melamun, memikirkan, dan tersadar, kalau sebenarnya aku tidak punya
teman baik yang banyak. Aku ingin menyampaikan sesuatu untuknya, lelaki itu,
kekasihku, aku ingin bilang padanya, kalau sebenarnya aku amat takut kehilangan
dirinya, ini agak berlebihan tapi percayalah, itu yang aku rasakan, tapi caraku
salah. Aku bukan membuatnya semakin nyaman malah membuatnya semakin tidak
nyaman sama sekali, jadi mungkin tinggal menghitung hari, atau bahkan menit,
bahkan detik, dia bilang padaku bahwa dia sebenarnya sudah tidak tahan lagi.
TAPI JANGAN SAMPEK PLIIS PLIS aku bisa gantung diri di pohon tauge nanti. Aku ingin
kau membaca sekali saja, sekali ini, jangan malas membaca, aku ingin
menyampaikan sesuatu padamu, hanya sedikit, aku janji, agar kau tak malas
membaca.
Aku tidak akan banyak berkata, tapi jari ini selalu memunculkan
banyak basa-basi yang sebenarnya tidak terlalu penting, sial.
Aku hanya ingin kau tau kalau aku tidak ingin kehilanganmu, barang
sebentar saja, aku tau caraku salah, aku tau aku seperti anak kecil, tidak
paham situasi apapun.
Tapi mungkin disitulah letak kelainanku, aku hanya akan bersikap seolah
kau sudah jadi hak milikku, possesive kan katamu?
Kita longgarkan ini sejenak, terserah kau mau apa, tapi jangan
tinggalkan aku
Kampungan ya, mengemis cinta. Tapi aku
tidak pernah menemukan apa yang aku temukan sekarang, dan aku tidak ingin
membuatnya lebih dari sekedar tak nyaman, maafkan aku.
Komentar
Posting Komentar