Langsung ke konten utama

KAU!

Kau berdiri di sisian kemarau, lalu kau tersibak angin.
Kemudian Aku melihatmu
bagai sesuatu yang tidak pernah ada habisnya.
Pandanganmu terlalu baik untuk ku siakan,
Senyumanmu berarti ketulusan penuh
Dan kini aku terpaku, bagaimana bisa aku meninggalkan dirimu?
bahkan barang sedetik saja.


            Sebut saja aku adalah wanita yang sedang di banjur cinta satu bejana malam ini, rasanya bahagia sekali, bahkan untuk setiap detiknya, walaupun nilai ujianku E tetap saja aku bahagia. Siapa yang tidak bahagia ketika sedang jatuh cinta? Yang pasti bukan aku, karena aku terlalu bahagia, sampai terlihat tidak pernah waras dimata manusia lainnya. Oh, bahkan aku tidak dianggap manusia lagi, tatkala senyumku merekah, tapi aku sendirian.  
             Gila? Ya cinta memang membuat sebagian orang terlihat lebih gila di bandingkan dengan yang gila. Mungkin, orang gila saja akan menertawaimu, karena dirimu terlihat lebih gila dibandingkan dengan mereka. Eh, sebentar, kalian? Bukan, maksudnya aku.
            Cowok itu, yang memandangku dari kejauhan, berusaha terlihat cool dan baik-baik saja, tidak terlihat tuh ada rasa ingin tau di dalam dirinya lebih jauh tentang aku, malang? Biasa saja sih, aku memang tertarik padanya malam itu, tapi tidak berharap lebih jauh, melihat cincin (yang sepertinya berwarna perak) itu melingkari jari manisnya, aku jadi kikuk sendiri. Bagaimana mungkin aku suka dengan cowok yang sudah punya tunangan di dalam hidupnya? Melirik saja dia tidak akan peduli, tunangannya pasti lebih cantik dibandingkan aku. Malam itu, rasanya aku ingin menepuk –nepuk pipiku agar sadar, bahwa aku memang tidak pernah disukai seseorang secara nyata, atau aku yang sudah tenggelam jauh di dalam dunia imajinasi superku, entahlah, pokoknya malam itu dia asyik, cowok itu.
             Kemudian aku naik ke atas panggung, kakiku kaku, tanganku dingin, ah ya sudah bisa diprediksi kan kalau aku hampir koma di atas panggung? Hanya saja waktu itu aku masih berdiri, dan saat itu aku percaya, bahwa hanya ragaku yang tersisa, jiwaku entah kemana, ah ya memalukan. Lalu pasti di sela-sela kerumunan ada yang bertanya.
    “Ngapain sih cewek itu?”
             Niatku sih mau menampilkan penampilan terbaikku, tapi entah malam itu rasanya sangat menakutkan, lebih dari sekedar di tolak gebetan atau galau karena terjebak friendzone. Masa bodoh lah, yang penting aku tampil, aku tidak peduli tatapan menghardik seluruh manusia yang ada di dalam kafe itu, pokoknya aku harus menjalankan tugasku, lalu selesai. Aku duduk kembali di kursi penonton, berkumpul bersama teman-temanku yang duduknya paling pojok belakang sebelah kiri, pokoknya bayangkan saja kafe yang sudah kau bayangkan sebelumnya, oh iya lampunya remang.
             Saat mencapai pertengahan acara, cowok itu memandu kembali acara malam itu, wah aku merasa aku sedang memikirkan cowok itu saat itu juga. Tapi aku terus berkedip, aku harus ingat cincin yang melingkari jarinya itu. Di akhir acara sebelum aku pulang ke asrama dengan temanku, aku meminta kontaknya. Dia memberiku satu kontak id dan voila! Dia mulai mengirimiku chat, lalu sejurus kemudian aku pulang bersama dengan teman asramaku. Lalu ku pikir, ya tidak apalah cintaku ku tinggal disana. Sebelum tidur, malam itu cowok tersebut mengirimi aku sebuah pesan yang isinya.
    “Tadi kamu keren loh.”
             Aku tersenyum, lalu ku balas.
    “Ya memang aku keren.”
            Aku pikir setelah itu dia tidak akan membalas pesanku lagi. Tapi malam itu, kami berkirim pesan sampai menjelang pagi, dan keesokan paginya aku masuk kelas, dan mengantuk. Tapi setidaknya aku tau, dia tidak memiliki kekasih, wah kan aku hebat.
            Jam menunjukkan pukul sembilan malam dua hari berikutnya, jumat, dan kami masih saling berkirim pesan, walaupun tidak sering, tapi aku menikmatinya. Pada hari minggu, kami bertemu, membahas apapun yang tidak ada pentingnya sama sekali, membahas sesuatu yang datang lalu pergi, ah ya semuanya juga begitu. Setelah datang pasti pergi, entah pergi untuk mencari keadaan baru, pacar baru, wanita/pria baru, atau malah pergi untuk selama-lamanya, aku tidak tau juga. Dia mengantarkanku sampai ke depan asramaku, dan hujan. Itulah hujan pertamaku saat aku tidak percaya ada cowok yang, aku harap dia tidak benar-benar sedang tidak sadar melakukan kesalahan fatal.
            Dia memujiku, dia bilang aku cantik, aku percaya saja karena dia pakai kacamata, ah iya ini sudah kencan kami yang ke sekian kalinya. Setiap detiknya aku di hujam ribuan kalimat “Aku menyayangimu.” Dan aku sangat senang mendengarnya, aku memang tipe wanita yang senang diberikan kalimat manis seperti itu, dan aku yakin itu tulus darinya, karena apa? Ya ampun coba saja lihat bola matanya, rasanya aku ingin bertanya padanya, “Mau menikah denganku tidak? Kita arungi mahligai cinta ini bersama.” Berlebihan ya? Biar saja, aku suka yang begini, walaupun aku ingin muntah kala aku mengucapkannya. Dia bilang dia jatuh cinta padaku saat pandangan pertama, tapi kalau aku bilang, aku juga tertarik dengannya pada pandangan pertama. jadi, kami sudah seimbang kan?
            Sejak saat itu, aku mulai menjadi tidak waras, dibanjuri seribu cinta, dia selalu melontarkan kalimat kemesraan yang selalu aku impikan saat aku selesai menonton drama Korea. Dia selalu merindukanku, dia selalu bilang sayang padaku, dan aku tidak mengerti mengapa aku yakin dia sedang tidak merayuku? Entahlah, takdir mungkin menuliskan garis ini kemudian. Bersama atau tidak nanti, setidaknya kami, akhirnya, bersama sampai hari ini. Dari kapan? Dari pertama kali kita bertemu. Mengapa bisa demikian? Tidak tau, aku bilang, mungkin karena takdir yang menyusunnya menjadi indah.
            Aku sudah bertanya apakah itu cincin tunangan atau bukan? Dia jawab, bukan. Saat jawaban itu dilontarkannya, aku mulai mencintainya. Jadi, ehm, jika kamu bertanya, kapan aku mulai mencintaimu, jawabannya adalah saat aku tau itu bukan cincin tunanganmu dengan wanita lain. Terimakasih telah mencintaiku benih demi benih, kau pupuk, kau siram, dan merekah setiap harinya. Aku memang sudah tidak waras, tapi aku rasa kau telah menabahkan ketidak warasanku, menjadi setara dengan pasien yang sampai akhir hayatnya di rumah sakit jiwa. Aku mengambil permisalan begitu karena aku tidak tau, orang yang seperti apa lagi yang bahagianya kelewatan selain orang yang tertawa sendiri di sudut kamar rumah sakit jiwa, kalau bukan pasien rumah sakit jiwa itu sendiri? Setidaknya aku bukan pasien rumah sakit jiwa, namun kebahagiaanku memilikimu itu setara dengan pasien di rumah sakit jiwa itu.
           Terserahlah. Apapun itu, terimakasih.

Dari yang amat sangat Mencintaimu,


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Random

seperti biasa yah gue nggak bisa menghilangkan rasa galau yang ada di diri gue ini. mau di ilang2in tetep aja datang lagi...datang lagi. sekarang ini gue mau mengeluarkan isi perut gue..ooh bukan bukan gue mau keluarin isi dompet kan lumayan kan kalo isi dompet di keluarin, tapi sayangnya isi dompet gue itu bukan uang, melainkan kwitansi-kwit/ansi bekas pembayaran yang amat sangat nggak penting banget. harusnya kan gue bakar ya? tapi entah kenapa gue nggak tega buat ngebakarnya hikss...yessshaaaa RANDOM, kenapa gue kasih judul postingan gue begitu? karena hari ini...no malam ini gue lagi benar-benar random...acak..shuffle apa lagi yang dapat di artikan dengan kata acak?  nggak cuma acak, tapi acak-acakan banyak banget persoalan yang emang harus segera di selesaikan tapi enggak selesai-selesai. Iya bener! nyiksa. yaaaaa gue tau gue tau kalo nggak di selesaikan sekarang mau kapan lagi? yakan? mau tau apa yang jadi persoalan? yang pertama, gue udah tujuh belas tahun sekali lagi gue ...
KETIKA HUJAN DATANG             Awalnya gue benci sama hujan, gara-gara, dia basahin tugas-tugas gue dan membiarkannya berhamburan di tanah, kotor, ancur deh pokoknya. Sampai pada suatu hari ada suatu hal yang nggak tau kenapa masih membekas di benak gue dan gue pun selalu rindu datangnya hujan. ***             Sore itu, hujan turun lebat banget, biasanya sih kalau lagi hujan gini daerah sekitar perumahan gue tuh, banjir, maklum lah Jakarta, kalau Jakarta banjir kayanya udah biasa gitu deh, tapi nggak tau kenapa, hujan kali ini nggak bikin daerah sekitar rumah gue banjir, Alhamdulillah.     “Mah, yang anget-anget enak nih mah, hehe.” Ucap gue sama nyokap gue yang amat sangat baik itu     “Emang kamu mau yang anget-anget itu apa Ris?” Tanya nyokap, menanggapi     “yang anget-anget itu ya misalkan teh anget, atau apa aja deh mah, ...

My Diary...(Part III)

Pagi ini aku bangun dengan malas. Setelah shalat subuh, aku ingin merebahkan tubuhku lagi rasanya. Tapi handphone yang bergetar membuatku mengurungkan niatku untuk tidur lagi, uuhh dasar mengganggu saja. Aku membuka pesan singkat yang ada di handphone ku, Dio, ada apa sih dia sms aku pagi-pagi? From: Dio Turun dong, lari pagi yuk biar sehat, hehe. Dio? kerumahku? pagi-pagi? ngapain? aku melongok ke bawah dari jendela kamarku, motornya ada, dari jam berapa dia di sini? lalu, ku balas pesannya. To: Dio Kamu!! lagi-lagi mengganggu ku, aku tidak mau lari pagi ah...malas!! Tak lama kemudian pintu kamarku di ketuk. Paling ibu, batinku. Dengan malas aku berjalan mendekati pintu, perlahan aku memegang k'nop pintunya dan aku mulai membukanya. Aaaaaaaaaaaaa....!! * Hebat!! Dio berhasil meluluhkan hatiku untuk yang kedua kalinya. Aku sedang bersamanya sekarang, lari pagi aah aku ingin menolaknya, tapi kecupannya yang mendarat di dahiku berhasil menghipnotisku, jadilah ak...