Izankan aku bercerita, tentang siapa aku, dimana aku, dan apa saja yang kulakukan. Aku hanya akan menceritakannya satu kali dan tidak akan pernah mengulanginya lagi. Biarkan saja semua orang tidak peduli padaku, yang penting aku peduli tentang perasaanku. Aku adalah seseorang yang bukan siapa-siapa, berasal dari keluarga yang bukan siapa-siapa, tinggal di tempat yang bukan apa-apa. Bagiku ini lebih dari cukup, mempunyai satu orang adik laki-laki yang kerjaannnya mengajakku ribut dan ribut, memiliki satu orang ayah yang kerjaannya hanya melemparkan sesuatu ketika aku mulai menjawab semua omelannya, tapi aku sungguh beruntung punya ibu yang sangat menyayangiku dan sangat mengerti keadaanku, meskipun aku tau beliau kadang-kadang menyebalkan.
Aku selalu menceritakan kegiatan ku setelah pulang sekolah kepada ibu, karena aku tau saat aku dan adikku pergi sekolah dan ayahku pergi kerja, ibu sendirian menjaga rumah, bosan dan kesepian mungkin melandanya. Sesampainya aku di rumah ibu selalu menungguku untuk menceritakan, apa saja yang telah ku alami di sekolah tadi, dan bagaimana aku di sekolah tadi. Sungguh aku benar-benar menyayangi ibuku.
Jam menunjukan pukul sepuluh malam tepat, mataku pun belum sepenuhnya terpejam, hujan gerimis yang tudak biasanya pun datang menyerbu bumi nan elok ini. Jujur aku suka hujan, tapi ketika aku merasakan dingin yang menusuk dari hujan tersebut, aku langsung menghujat hujan dengan kata-kata yang tidak senonoh. Sungguh, aku sangat menyayangkan, kenapa kata-kata itu bisa meluncur indah dari dalam mulutku? Entahlah apa yang baru saja ku lakukan. Katak pun bernyanyi sangat riang gembira bersama sanak saudaranya, aku iri melihat kebahagiaan mereka di tengah hujan, mereka sepertinya selalu merindukan hujan turun dengan deras, maka aku mendengarkan nyanyian hujan para katak.
Aku terbaring dalam bisunya malam ini, rintik hujan masih saja membasahi bumi ku, bumi yang sangat indah dan sejuk, bumi yang selalu ku sayangkan, kenapa bisa menjadi seperti ini, hancur berantakan, layaknya rumah yang lama di tinggal penghuninya. Aku menengadahkan kepala ke langit-langit kamar, aku sadar, aku bukan siapa-siapa dan bukan apa-apa. Tiba-tiba saja pintu kamarku di ketuk dengan perlahan, saat ku lihat keluar tak ada wujud siapapun di sana, aku mulai merinding dan mendapati diriku ada di tempat yang sama, keheningan malam...
Aku selalu menceritakan kegiatan ku setelah pulang sekolah kepada ibu, karena aku tau saat aku dan adikku pergi sekolah dan ayahku pergi kerja, ibu sendirian menjaga rumah, bosan dan kesepian mungkin melandanya. Sesampainya aku di rumah ibu selalu menungguku untuk menceritakan, apa saja yang telah ku alami di sekolah tadi, dan bagaimana aku di sekolah tadi. Sungguh aku benar-benar menyayangi ibuku.
Jam menunjukan pukul sepuluh malam tepat, mataku pun belum sepenuhnya terpejam, hujan gerimis yang tudak biasanya pun datang menyerbu bumi nan elok ini. Jujur aku suka hujan, tapi ketika aku merasakan dingin yang menusuk dari hujan tersebut, aku langsung menghujat hujan dengan kata-kata yang tidak senonoh. Sungguh, aku sangat menyayangkan, kenapa kata-kata itu bisa meluncur indah dari dalam mulutku? Entahlah apa yang baru saja ku lakukan. Katak pun bernyanyi sangat riang gembira bersama sanak saudaranya, aku iri melihat kebahagiaan mereka di tengah hujan, mereka sepertinya selalu merindukan hujan turun dengan deras, maka aku mendengarkan nyanyian hujan para katak.
Aku terbaring dalam bisunya malam ini, rintik hujan masih saja membasahi bumi ku, bumi yang sangat indah dan sejuk, bumi yang selalu ku sayangkan, kenapa bisa menjadi seperti ini, hancur berantakan, layaknya rumah yang lama di tinggal penghuninya. Aku menengadahkan kepala ke langit-langit kamar, aku sadar, aku bukan siapa-siapa dan bukan apa-apa. Tiba-tiba saja pintu kamarku di ketuk dengan perlahan, saat ku lihat keluar tak ada wujud siapapun di sana, aku mulai merinding dan mendapati diriku ada di tempat yang sama, keheningan malam...
Komentar
Posting Komentar