"Gue yang
ngelakuin.."ucap seseorang dengan lantang.
Dan..?!
"Kenapa harus kamu?"tanyaku geram.
"Gue benci harus permainin orang Ci, seumur hidup pun kalau harus mempermainkan orang hidup gue nggak akan tenang, biar aja, biar Nadya mati sekalian."ucap Dan dengan kesal.
"Tapi, dia kan kakak kamu jangan sebodoh itu juga dong Dan, kamu bisa di tangkep polisi."
"Biarin aja gue di tangkep polisi Ci, gue bisa hidup tenang, tanpa kakak gue yang bengis itu."
Sebegitu bencikah kamu pada kakakmu?
"Lagian Nadya bukan kakak kandung gue, wajar kan kalau gue nggak suka, selama ini gue selalu di jadiin kacung nggak pernah di anggap adik."
"Kakak kandung kamu, kemana Dan?"tanyaku lagi.
"Gue nggak tau siapa kakak kandung gue, gue cuma tau namanya nggak pernah tau wujudnya."
Aku menoleh ke arah Laza, Laza hanya diam saja.
"Siapa namanya?"
"Laza Ziera Wijaya Ci, dia kakak kandung gue. Bokap cerai sama nyokap, kakak gue ikut bokap dan gue ikut nyokap, waktu pisah gue masih kecil Ci, ingusan, gue nggak bisa mengingat wajah kakak gue dengan baik."
"Kakak kamu ada di belakangku sekarang."ucapku.
Shock, ternyata mereka kakak beradik? Ya Tuhan.
"Laza, bangun kamu, ini adik kamu."ucapku setengah memaki.
"Aku tau Ci, Dan itu memang adikku, makanya tadi pagi aku menyeringai, dan terlihat gembira, aku tau dia adikku."
Dan terlihat shock juga, melihat Laza yang selama ini mungkin ia mengenalnya. Jelas pasti Dan mengenal Laza, karena dulu ia kan satu sekolah di Paris. Mereka pun beradu pandang.
"Kenapa lo nggak bilang Za kalau lo prduksi Wijaya juga?"tanya Dan.
"Aku ragu Dan kalau kamu itu adikku."
"Emang bokap nggak pernah cerita lo punya adik Za?"
"Papa cerita ke aku, pas aku tau ada namamu di daftar nama adik kelas di Paris, aku mulai mencari tau siapa kamu, tapi kamu..kamu yang tidak pernah buka matamu Dan, ingin menegurmu pun malas rasanya, karena aku melihatmu selalu bersama dengan musuh bebuyutanku, Nadya."
Keheningan hall basket pun di pecahkan oleh dua kakak beradik ini, aku tidak menyangka bahwa mereka adalah saudara kandung.
"Maafin gue Za, gue yang nggak mau tau tentang lo."ucapnya perlahan, "Maafin gue juga Ci, gue ngerusak hubungan lo sama Dio cuma demi Nadya, gue telalu meremhkan lo karena lo nggak cantik, lo cupu, lo nothing. Tapi gue sadar Ci, Nadya itu yang nothing, gue terlalu buta sama semua yang udah Nadya kasih ke gue, bokapnya terlalu kaya raya sehingga nyokap gue pun di butakan juga sama hartanya."
Hening.
"Ya ampuun, lo pada di sini, gue cariin ke mana-mana tau waah kacau, ngapain lo pada? Lagi arisan? kok cuma bertiga?"
Dioooo...uuuhhh
"Diem deh kamu Yo, lagi tegang nih."ucap Laza.
"Laza?! itu Laza?"
"Iya ini aku, masa hantunya aku sih"
Dio memeluk Laza. Oke tahan cemburumu Lucia, mereka hanya berteman baik, sangat baik.
"Yo, kamu sadar nggak?"
"Sadar dong, ya ampun lo sehat ya Za? Alhamdulillah deh."
"Dioooo..!!"teriak Laza.
"Apaan sih? kok pake teriak-teriak segala?"
"Ituu ada Cia, ya ampun, masih nggak sadar juga?!"
"Oh...iya..lupa nggak liat hehehe."
Sebesar ini nggak lihat? matanya itu kemana sih?
Dio menghampiriku."Apa?!"kataku.
"Galak amat non, santai aja kenapa nggak usah secemburu itu juga kali."
Seketika aku sudah di rengkuh dalam dekapannya, Dio...
"Jadi, tolong jelasin sama gue ini ada apaan pada discuss di sini?"
Beberapa menit, kami bertiga hanya saling pandang. setelah itu, Dan yang membuka pembicaraan..
Dan juga yang menceritakan duduk perkaranya dari awal sampai akhir, eh emang ceritanya tadi udah berakhir?
"Parah juga lo ya Dan, bisa-bisanya lo yang nabrak terus lo yang panik, mau nyerahin diri atau mau gue serahin ke polisi?"tanya Dio dengan tegas.
"Jelas gue nyerahin diri lah Yo, yang penting gue udah ketemu sama kakak kandung gue, gue bisa tenang, mati pun gue akan lebih tenang."sahutnya dengan tenang.
"Kamu bilang kamu mau mati?"tanya Laza dengan tatapan yang tidak rela.
"Iya kenapa emangnya?"
"Kamu belum memelukku tau."
Seketika keadaan pun kembali seperti semula, Dan dan Laza sudah menemukan kebahagiaannya, tapi bagaimana dengan Nadya dan bersaing?
*To Be Continued
Dan..?!
"Kenapa harus kamu?"tanyaku geram.
"Gue benci harus permainin orang Ci, seumur hidup pun kalau harus mempermainkan orang hidup gue nggak akan tenang, biar aja, biar Nadya mati sekalian."ucap Dan dengan kesal.
"Tapi, dia kan kakak kamu jangan sebodoh itu juga dong Dan, kamu bisa di tangkep polisi."
"Biarin aja gue di tangkep polisi Ci, gue bisa hidup tenang, tanpa kakak gue yang bengis itu."
Sebegitu bencikah kamu pada kakakmu?
"Lagian Nadya bukan kakak kandung gue, wajar kan kalau gue nggak suka, selama ini gue selalu di jadiin kacung nggak pernah di anggap adik."
"Kakak kandung kamu, kemana Dan?"tanyaku lagi.
"Gue nggak tau siapa kakak kandung gue, gue cuma tau namanya nggak pernah tau wujudnya."
Aku menoleh ke arah Laza, Laza hanya diam saja.
"Siapa namanya?"
"Laza Ziera Wijaya Ci, dia kakak kandung gue. Bokap cerai sama nyokap, kakak gue ikut bokap dan gue ikut nyokap, waktu pisah gue masih kecil Ci, ingusan, gue nggak bisa mengingat wajah kakak gue dengan baik."
"Kakak kamu ada di belakangku sekarang."ucapku.
Shock, ternyata mereka kakak beradik? Ya Tuhan.
"Laza, bangun kamu, ini adik kamu."ucapku setengah memaki.
"Aku tau Ci, Dan itu memang adikku, makanya tadi pagi aku menyeringai, dan terlihat gembira, aku tau dia adikku."
Dan terlihat shock juga, melihat Laza yang selama ini mungkin ia mengenalnya. Jelas pasti Dan mengenal Laza, karena dulu ia kan satu sekolah di Paris. Mereka pun beradu pandang.
"Kenapa lo nggak bilang Za kalau lo prduksi Wijaya juga?"tanya Dan.
"Aku ragu Dan kalau kamu itu adikku."
"Emang bokap nggak pernah cerita lo punya adik Za?"
"Papa cerita ke aku, pas aku tau ada namamu di daftar nama adik kelas di Paris, aku mulai mencari tau siapa kamu, tapi kamu..kamu yang tidak pernah buka matamu Dan, ingin menegurmu pun malas rasanya, karena aku melihatmu selalu bersama dengan musuh bebuyutanku, Nadya."
Keheningan hall basket pun di pecahkan oleh dua kakak beradik ini, aku tidak menyangka bahwa mereka adalah saudara kandung.
"Maafin gue Za, gue yang nggak mau tau tentang lo."ucapnya perlahan, "Maafin gue juga Ci, gue ngerusak hubungan lo sama Dio cuma demi Nadya, gue telalu meremhkan lo karena lo nggak cantik, lo cupu, lo nothing. Tapi gue sadar Ci, Nadya itu yang nothing, gue terlalu buta sama semua yang udah Nadya kasih ke gue, bokapnya terlalu kaya raya sehingga nyokap gue pun di butakan juga sama hartanya."
Hening.
"Ya ampuun, lo pada di sini, gue cariin ke mana-mana tau waah kacau, ngapain lo pada? Lagi arisan? kok cuma bertiga?"
Dioooo...uuuhhh
"Diem deh kamu Yo, lagi tegang nih."ucap Laza.
"Laza?! itu Laza?"
"Iya ini aku, masa hantunya aku sih"
Dio memeluk Laza. Oke tahan cemburumu Lucia, mereka hanya berteman baik, sangat baik.
"Yo, kamu sadar nggak?"
"Sadar dong, ya ampun lo sehat ya Za? Alhamdulillah deh."
"Dioooo..!!"teriak Laza.
"Apaan sih? kok pake teriak-teriak segala?"
"Ituu ada Cia, ya ampun, masih nggak sadar juga?!"
"Oh...iya..lupa nggak liat hehehe."
Sebesar ini nggak lihat? matanya itu kemana sih?
Dio menghampiriku."Apa?!"kataku.
"Galak amat non, santai aja kenapa nggak usah secemburu itu juga kali."
Seketika aku sudah di rengkuh dalam dekapannya, Dio...
"Jadi, tolong jelasin sama gue ini ada apaan pada discuss di sini?"
Beberapa menit, kami bertiga hanya saling pandang. setelah itu, Dan yang membuka pembicaraan..
Dan juga yang menceritakan duduk perkaranya dari awal sampai akhir, eh emang ceritanya tadi udah berakhir?
"Parah juga lo ya Dan, bisa-bisanya lo yang nabrak terus lo yang panik, mau nyerahin diri atau mau gue serahin ke polisi?"tanya Dio dengan tegas.
"Jelas gue nyerahin diri lah Yo, yang penting gue udah ketemu sama kakak kandung gue, gue bisa tenang, mati pun gue akan lebih tenang."sahutnya dengan tenang.
"Kamu bilang kamu mau mati?"tanya Laza dengan tatapan yang tidak rela.
"Iya kenapa emangnya?"
"Kamu belum memelukku tau."
Seketika keadaan pun kembali seperti semula, Dan dan Laza sudah menemukan kebahagiaannya, tapi bagaimana dengan Nadya dan bersaing?
*To Be Continued
Komentar
Posting Komentar