Laza sudah tau belum ya
kalau Nadya kecelakaan? Harus ku beri tahu nih, tapi dimana dia? waah
gawat ia menghilang, jangan-jangan dia lagi yang menabrak Nadya tadi
pagi, ah tapi masa iya sih dia sebenci itu dengan Nadya, pasti tidak
mungkin. Terus, dia dimana doong?
"Doorr...nyariin aku nih pasti?"
Nah kan Laza suka muncul tiba-tiba nih kayak jin iprit.
"Kemana saja kamu?"tanyaku langsung.
"Ada di kelas, kenapa?"
"Sudah dengar tentang kabar Nadya?"
"Kecelakaan? sudah, dari Dan."
Dan? Kok bisa?
"Bisa lah, orang pertama yang di hubungin aja aku."
Laza, seakan membaca pikiranku menjawab semua pertanyaan yang ada di otakku.
"Loh?"
Aku memasang tampang bingung.
"kenapa? heran? jangan heran begitu, ayo duduk, aku akan menceritakan semuanya biar jelas."
Dari tadi dong mau menceritakannya, kalau mendadak Laza lebih tau dariku kan, aku jadi curiga.
Laza memulai ceritanya dari mula-mula, bereaksi, sisa loh? hehe.
"Kemarin, tanpa sepengetahuanmu aku pergi ke rumah Nadya."
"Untuk apa?"
"Dengarkan dulu, baru komentar."
"I...iya maaf."
"Ia kaget bukan main saat aku ada di depan mukanya, soalnya waktu setelah kami wisuda di Paris aku langsung pergi berobat ke Singapore tanpa memberi tau pada siapapun kecuali Dio."
Aku hendak berbicara tapi..
"beluum, kamu belum boleh komentar Lucia hehehe."
Aaah sial, tau saja kalau aku sudah ingin berkomentar.
"Baiklah."ucapku sedikit memelas.
"Sebenarnya, aku dan Dio teman baik dari masuk sekolah di Paris, sampai di sini pun kami masih teman baik, namun Dio belum tau kalau aku ada di sini sekarang, makanya jangan menyebut-nyebut namaku ya di depannya, nanti dia panik kasihan."
"Kenapa harus panik?"tanyaku.
"Aku punya penyakit."
"Sakit apa?"tanyaku penasaran.
"Kanker jantung."
"Memang ada?"tanyaku setengah meledek.
"Belum pernah dengar ya? ada, buktinya aku salah satu korbannya, memang jarang ditemukan sih."
"Berbahaya?"
"Mematikan, Dio selalu takut aku mati karena penyakit itu tapi aku selalu bilang kalau aku belum waktunya mati."
"Dio percaya?"
"Ya tentu saja."sahutnya, tenang, "Jangan cemburu begitu dong?"
"Ah tidak, siapa yang cemburu."
"Pantas saja Dio tau kamu sedang berbohong, kamu tidak pandai menyimpan sesuatu."
Masa sih?
"Dio itu sangat baik padaku, bahkan teman pertama yang tau aku punya penyakit kanker jantung adalah dia. Dio selalu takut aku mati karena kalau aku mati ia bingung mau curhat ke siapa. Dulu waktu aku masih satu sekolah dengannya, ia selalu cerita tentang dirimu, dan semuanya, tidak ada satupun yang di sembunyikan, begitu pun sebaliknya makanya ia sangat akrab denganku."
Oh, begitu."Sampai pada suatu hari, aku menyukai satu temannya, sama-sama dari Indonesia yang tempo hari ku beri tau padamu Rey, tapi Nadya malah merusaknya dan bilang pada Rey kalau dia suka sama Rey, aku menangis sejadi-jadinya di perpustakaan, dan Dio tau aku menangis karena hal itu, Dio juga tau kalau Nadya ada perusak hubungan orang, makanya waktu ku dengar kamu di ajak saingan untuk mendapatkan Dio sama Nadya aku yakin sekali kalau kamu yang akan menang, karena Dio itu sama sekali tidak menyukai Nadya."
"Tapi kenapa waktu kami bertemu dengan Nadya di taman, Dio mau di peluk Nadya?"
"Jangan heran, itu kebiasaan lama yang kami lakukan di Paris sana, kalau bertemu dengan teman bukan salaman lagi tapi berpelukan."
"Oh begitu, hey Za aku baru ingat, tadi pagi Dio...dia bilang dia tau aku bersaing dengan Nadya, apa itu kamu yang memberi tau dia?"tanyaku, gugup.
"Kan sudah ku bilang, Nadya itu biang kerok, semua cewek juag di ajak saingan sama dia, Dio sih udah bisa baca gelagatnya."
"Terus, soal tabrakan tadi pagi?"tanyaku menyelidik.
"Bukan, itu bukan kerjaanku kok, kan aku sudah janji denganmu tidak ada motif balas dendam, jadinya bukan aku yang melakuakannya."
Lalu, siapa yang melakukannya?
*To Be Continued
"Doorr...nyariin aku nih pasti?"
Nah kan Laza suka muncul tiba-tiba nih kayak jin iprit.
"Kemana saja kamu?"tanyaku langsung.
"Ada di kelas, kenapa?"
"Sudah dengar tentang kabar Nadya?"
"Kecelakaan? sudah, dari Dan."
Dan? Kok bisa?
"Bisa lah, orang pertama yang di hubungin aja aku."
Laza, seakan membaca pikiranku menjawab semua pertanyaan yang ada di otakku.
"Loh?"
Aku memasang tampang bingung.
"kenapa? heran? jangan heran begitu, ayo duduk, aku akan menceritakan semuanya biar jelas."
Dari tadi dong mau menceritakannya, kalau mendadak Laza lebih tau dariku kan, aku jadi curiga.
Laza memulai ceritanya dari mula-mula, bereaksi, sisa loh? hehe.
"Kemarin, tanpa sepengetahuanmu aku pergi ke rumah Nadya."
"Untuk apa?"
"Dengarkan dulu, baru komentar."
"I...iya maaf."
"Ia kaget bukan main saat aku ada di depan mukanya, soalnya waktu setelah kami wisuda di Paris aku langsung pergi berobat ke Singapore tanpa memberi tau pada siapapun kecuali Dio."
Aku hendak berbicara tapi..
"beluum, kamu belum boleh komentar Lucia hehehe."
Aaah sial, tau saja kalau aku sudah ingin berkomentar.
"Baiklah."ucapku sedikit memelas.
"Sebenarnya, aku dan Dio teman baik dari masuk sekolah di Paris, sampai di sini pun kami masih teman baik, namun Dio belum tau kalau aku ada di sini sekarang, makanya jangan menyebut-nyebut namaku ya di depannya, nanti dia panik kasihan."
"Kenapa harus panik?"tanyaku.
"Aku punya penyakit."
"Sakit apa?"tanyaku penasaran.
"Kanker jantung."
"Memang ada?"tanyaku setengah meledek.
"Belum pernah dengar ya? ada, buktinya aku salah satu korbannya, memang jarang ditemukan sih."
"Berbahaya?"
"Mematikan, Dio selalu takut aku mati karena penyakit itu tapi aku selalu bilang kalau aku belum waktunya mati."
"Dio percaya?"
"Ya tentu saja."sahutnya, tenang, "Jangan cemburu begitu dong?"
"Ah tidak, siapa yang cemburu."
"Pantas saja Dio tau kamu sedang berbohong, kamu tidak pandai menyimpan sesuatu."
Masa sih?
"Dio itu sangat baik padaku, bahkan teman pertama yang tau aku punya penyakit kanker jantung adalah dia. Dio selalu takut aku mati karena kalau aku mati ia bingung mau curhat ke siapa. Dulu waktu aku masih satu sekolah dengannya, ia selalu cerita tentang dirimu, dan semuanya, tidak ada satupun yang di sembunyikan, begitu pun sebaliknya makanya ia sangat akrab denganku."
Oh, begitu."Sampai pada suatu hari, aku menyukai satu temannya, sama-sama dari Indonesia yang tempo hari ku beri tau padamu Rey, tapi Nadya malah merusaknya dan bilang pada Rey kalau dia suka sama Rey, aku menangis sejadi-jadinya di perpustakaan, dan Dio tau aku menangis karena hal itu, Dio juga tau kalau Nadya ada perusak hubungan orang, makanya waktu ku dengar kamu di ajak saingan untuk mendapatkan Dio sama Nadya aku yakin sekali kalau kamu yang akan menang, karena Dio itu sama sekali tidak menyukai Nadya."
"Tapi kenapa waktu kami bertemu dengan Nadya di taman, Dio mau di peluk Nadya?"
"Jangan heran, itu kebiasaan lama yang kami lakukan di Paris sana, kalau bertemu dengan teman bukan salaman lagi tapi berpelukan."
"Oh begitu, hey Za aku baru ingat, tadi pagi Dio...dia bilang dia tau aku bersaing dengan Nadya, apa itu kamu yang memberi tau dia?"tanyaku, gugup.
"Kan sudah ku bilang, Nadya itu biang kerok, semua cewek juag di ajak saingan sama dia, Dio sih udah bisa baca gelagatnya."
"Terus, soal tabrakan tadi pagi?"tanyaku menyelidik.
"Bukan, itu bukan kerjaanku kok, kan aku sudah janji denganmu tidak ada motif balas dendam, jadinya bukan aku yang melakuakannya."
Lalu, siapa yang melakukannya?
*To Be Continued
Komentar
Posting Komentar